TIPOLOGI BANGUNAN TORAJA “RUMAH ADAT TONGKONAN”

 Desa Adat

            Dalam kompleks rumah adat terdapat beberapa tipe unit bangunan yang masingmasing mempunyai ukuran, bentuk dan lain-lain elemen arsitektural  berbeda. Secara garis besar, dari segi fungsinya, terdapat dua jenis bangunan adat berbeda. Tongkonan atau rumah untuk tempat tinggal dalam arti tidur, makan, istirahat, di mana pada umumnya mempunyai tado’-tado’ (teras depan), tado’  (ruang tamu), ba’ba atau tambing (ruang tidur) dan lambun (dapur). Jenis unit lainnya adalah alang  se-macam lumbung berbentuk mirip dengan tongkonan tetapi lebih kecil dan hanya terdiri dari satu ruang di atas untuk menyimpan padi.

            Kuburan juga merupakan elemen penting dalam kehidupan masyarakat Toraja. Jenasah anggota masyarakat Toraja yang meninggal tidak dikebumikan sebelum upacara kematian. Mayat sebelum upacara kematian dianggap dan diperlakukan, disimpan dalam rumah atau tongkonan, diberimakan seperti layaknya orang masih hidup. Upacara ritual kematian menurut adat Toraja cukup kompleks, melibatkan semua masyarakat memakan waktu berhari-hari. Barulah acara terakhir dari upacara ritual sangat kompleks tersebut jenasah dimakamkan sebetulnya lebih tepat disemayamkan di lobang dipahat di tebing atau lereng bukit membentuk semacam goa.

            Secara detail arsitektur tongkonan dan alang atau semacam lumbung, mempunyai beberapa tipe atau jenis yang meskipun secara keseluruhan bentuknya sama tetapi ada per-bedaan dalam besaran (ukuran), tata ruang (denah), bentuk, bahan, konstruksi, dekorasi dan lain-lain aspek arsitektural

Tata Letak

            Tongkonan tersebut dengan deretan lumbung atau alang. Halaman ini berupa ruang terbuka (+) positif, istilah dipakai untuk menyebut ruang luar terbentuk oleh dua dinding berhadapan, bila tongkonan dan lumbung dipandang sebagai dinding. Bila dereten tongkonan dipandang sebagai unsur pertama dalam kompleks rumah adat Toraja, deretan lumbung atau alang sebagai unsur ke  dua, halaman di antara kedua deretan sebagai unsur ke tiga, maka unsur ke empat adalah kuburan telah disebut di atas tempat pemakaman di lobang-lobang dipahat di tebing biasanya batu karang. Kuburan berada di belakang dari deretan tongkonan, berupa tebing. Bila dalam tata-letak ketiga kampung adat ditarik garis melebar sejajar dengan deretan tongkonan, lumbung dan halaman di antaranya, maka akan terbentuk garis sumbu arah matahari terbit-tenggelam atau arah timur barat. Bila ditarik garis tegak lurus dari sumbu timur-barat tersebut maka akan terbentuk sumbu lainnya melintang utara-selatan.

            Halaman tengah di antara deretan alang dan tongkonan, mempunyai funsgi majemuk, antara lain tempat bekerja, menjemur padi, bermain anak-anak selain pula menjadi “ruang pengikat” dan penyatu dalam kompleks. Yang terpenting dalam kaitan dengan Aluk Todolo, halaman ini menjadi tempat melangsungkan berbagai kegiatan ritual terutama dalam upacara kematian atau pe-makaman jenasah. Kenyataan ini membuktikan adanya fungsi mejemuk dari unsur-unsur ada di dalam arsitektur tradisional termasuk fungsi sosial. Dalam kosmologi dari Aluk Todolo arah matahari tenggelam (barat) dipandang tempat bersemayam arwah leluhur, sebagai arah kematian dan masa lampau. Ke-mungkinan besar pandangan ini terbentuk karena selama puluhan tahun, ratusan bahkan beberapa ribu tahun masyarakat Toraja tradisional selalu “menyaksikan” tenggelamnya matahari yang berarti perubahan dari terang ke gelap malam.

            Sebaliknya arah matahari tenggelam dipandang sebagai arah kelahiran, masa datang karena terjadi perubahan dari gelap menjadi terang. Arah matahari terbit dalam Aluk Todolo dipandang sebagai tempat bersemayam tiga Dewa (Deata) yang ketiganya berkaitan dengan kehidupan dan pemelihara bumi.

Bentuk dan konsturksi

            Unit untuk tidur, istirahat, memasak dan makan atau  tongkonan, berbentuk segi empat panjang dengan sisi panjang berada pada arah matahari terbit dan tenggelam. Dalam lingkungan tiga desa adat dibahas di sini sisi terpendek yang berada di depan dan belakang, berukuran bervariasi antara 3-4 M. Lebar dibanding panjang bervariasi antara 1 : 2 hingga satu dibanding 2, 5, jadi panjang sekitar 8 M hingga  10 M. Tongkonan selalu berbentuk kolong, hanya bervariasi pada tinggi rendah. Konstruksi kolom dan balok dari kayu mem-bentuk elemen horizontal dan vertikal, merupakan ciri umum dari arsitektur tradisional lambang dari ikatan

            Dari segi konstruksi, jumlah dan besaran kolom dapat disebut over design, artinya terlalu kuat untuk menyangga bagian di atasnya. Seperti terdapat dalam banyak hal rumah tradisional, secara jelas tongkonan terbagi tiga di mana terlihat sebagai menifestasi dari kosmologi adanya dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Selain itu terlihat jelas adanya personifikasi rumah terdiri dari kepala, badan dan kaki. Bagian-bagian dari konstruksi hingga detail dan kecil mempunyai sebutan baku, juga sebagai ungkapan adanya personifikasi di mana rumah seperti manusia juga mempunyai bagianbagian dengan sebut-an dan fungsi masingmasing. Di antara tiang kolong, yaitu di tengah agak ke belakang ada yang disebut a’riri (tonggak) posi (pusat) dihias dan diukir berbeda dengan lainnya.  A’riri posi yang artinya adalah tonggakpusat, dalam adat Toraja lambang dari menyatunya manusia dengan bumi. Biasanya berukuran 22×22 Cm, dibagian atas sedikit mengecil sekitar 20×20 Cm.

capture-20161016-105347.png

Legenda:

            1.Lentong  Garopang.           4.Roroan baba.            7.Tangdan Lambe’

            2.Lentong bamban.               5.Roroan lambe’          8.Pata’

            3.A’riri posi.                            6.Tangdan                      9.Pangngosokan

            10.Sali.                                      16.Kadang pamiring     21. Pangngoton.

            11.Sangkinan Rinding.        17. Pata’sere                    22. Takek longa

            12.Rinding.                              18. Tulak sumba             24. Katarok.

            13.Pangngosokan Rinding. 19. Katorok.                     25. Rampan longa

            14.Sambo Rinding.                 20. Parampak.                26. Bantuli

            15.Sangka’

            Dari segi konstruksi bentuk me-lengkung hiperbolik lebih menguntungkan karena konstruksi atap pada bagian punggung semuanya menerima gaya tarik yang sesuai dengan kekuatan bahan bangunan yaitu dari kayu dan bambu. Kenyataan ini memperlihat-kan bahwa kadang-kadang naluri dari suatu tradisi menghasilkan sesuatu yang logis  me-nurut perhitungan modern dan dapat me-nampilkan keindahan tersendiri.        Longa yaitu ujung-ujung atap dari tongkonan dan alang menjorok ke muka dan ke belakang sedikit mengecil di ujung-ujung membuatnya menjadi unik dan indah. Keberadaannya tidak dapat dianalisis hingga mendapat kesimpulan yang pasti. Perbanding-an antara panjang longa dan  badan tongkonan lebih kurang 1 : 1,4 yaitu misalnya panjang tongkonan 10 M, maka panjang longa sekitar 7 M dan panjang atap manjadi 24 M. Longa di-sangga oleh tiang tinggi disebut tulak somba.

            Pada tulak somba, biasanya dipasang tanduk kerbau yang dikorbankan pada saat upacara kematian. Selain menjadi hiasan juga secara adat jumlah dari tanduk kerbau dipasang pada tulak somba menunjukkan status sosial-ekonomi pemiliknya. Dari segi konstruksi atap tongkonan yang hiperbolik punggung atau noknya, sebetulnya tidak memerlukan penyangga atau tulak somba

capture-20161016-110839

                        Teori tentang evolusi bentuk rumah adat Toraja.

 

Legenda:

1.Banua lentong a’pa’, (bentuk awal).

2.Banua tamben (perkembangan II).

3.Banua di sanda a’riri (perkembangan III).

4.Tongkonan berpunggung atap melengkung dalam

 Denah

            Tongkonan atau rumah adat Toraja, selalu berbentuk segi empat, ukuran panjang dan lebar telah disebut di atas. Pada kolong bagian depan terdapat teras disebut tangdo, fungsinya untuk duduk-duduk, bagian yang biasa ter-dapat pada arsitektur adat tropis sebagi ruang peralihan luardalam. Lantai utama di atas kolong dibagi menjadi tiga bagian : depan disebut paluang, tengah disebut Sali,  belakang disebut sambung. Tata letak atau denah rumah adat Toraja sangat ditentukan oleh kosmologi Aluk Todolo dengan faktor utama arah matahari terbit (tempat para Deata) dan matahari tenggelam (tempat bersemayam arwah leluhur). Arah matahari terbit dipandang se-bagai bagian dari kelahiran dan kehidupan.

            Oleh karena itu tangga, dapur di dalam di-letakkan pada arah (timur) ini. Upacara-upacara berkaitan dengan kelahiran dilaksanakan pada bagian di arah matahari terbit, termasuk tangga. Sali atau lantai tengah, meskipun tidak ada sama sekali pembatas, menurut adat Toraja berdasarkan pandangan kosmologi dan secara abstrak dibagi menjadi dua.

            Kedua bagian dalam satu ruang tanpa pembatas ini masing-masing dipandang berfungsi bertolak belakang. Bagian kanan (kalau seorang menghadap ke depan) yaitu sisi di mana arah matahari terbit, sebagai bagian dari kehidupan, di mana ter-dapat dapo atau dapur untuk masak dan makan. Sisi  kiri atau arah matahari tenggelam dipandang sebagai bagian terkait dengan ke-matian, sehingga pada bagian ini pada rumah masyarakat tradisional Toraja disemayamkan mayat dari anggota keluarga. Nantinya mayat disemayamkan secara tetap di lobang-lobang goa setelah melalui upacara rambu solo’ atau upacara kematian yang sangat kompleks memakan waktu berhari-hari (tergantung kemampuan dan kategori sosialekonomi). Pada bagian sebelah matahari tenggelam terdapat pintu khusus untuk membawa jenasah ke luar.capture-20161016-111622                           

DENAH TONGKONAN

Legenda:

A.Tangdo.       1.Ariri posi                      5.Eran (tangga).

B.Paluang.      2.Kundai                         6.Dapo’ (dapur).

 C.Sali.              3.Tulak somba               7.Ba’ba sade (pintu khusus mengeluarkan mayat.

D.Sambung.   4.Lentong Garopang.  8.Jenasah disemayamkan

                                                                        9.Tempat tidur

Survey Arsitektur Rumah Adat Toraja

  1. Bentuk

1t.jpg 

            Tongkonan merupakan rumah adat yang berbentuk rumah panggung dari kayu. Kolong di bagian bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Bentuk atap rumah tongkonan melengkung dan dilapisi ijuk hitam. Ada yang mengatakan bentuknya seperti perahu telungkup atau tanduk kerbau

            Dari hasil survey kami ke TMII untuk melihat secara langsung bentuk dan bagaimana rupa dari rumah adat Toraja, ada beberapa data dan hasil survey yang bisa kami berikan. Diantaranya, yang pertama adalah sejarah asal muasal mengapa bentuk dari rumah adat Toraja berbentuk seperti sekarang ini.

            Jadi rumah adat Toraja sebenarnya berasal dari sebuah perahu yang dirubah dan dijadikan sebuah rumah. Itu sebabnya bentuk dari atap rumah adat Toraja berbentuk seperti sebuah perahu.

            Sebab mengapa rumah adat Toraja berbentuk seperti perahu adalah karena pada zaman dahulu saat nenek moyang warga Toraja akan bermigrasi menggunakan perahu, namun karena dalam perjalanan perahu yang digunakan untuk bermigrasi untuk mencari daratan baru itu kandas ditengah jalan, sehingga dibuatlah rumah dari perahu tersebut. Itu sebabnya rumah adat Toraja yang kita lihat sekarang berbentuk seperti sebuah perahu. Budaya ini mengadopsi dari budaya cina secara arsitektur, yaitu membangun rumah dari sebuah perahu.


  1. Tampak

 2t.jpg

                        Rumah adat yang pertama yaitu untuk rumah bangsawan atau Tana bulaan, mereka biasanya menempatkan tanduk kerbau terbaik didepan rumah mereka biasanya 12 sampi 24 tanduk kerbau. Semakin banyak semakin tinggi kasta atau semakin kaya sang memilik rumah. Kemudian untuk bangsawan rendak atau Tana Bassi biasanya mereka menaruh 6 sampai 8 tanduk kerbau terbaik didepan rumah mereka. Kemudian untuk warga atau orang biasa yaitu Tana Karurung biasanya mereka menaruh 3 sampai 4 tanduk kerbau didepan rumah mereka. Sedangkan untuk Tana Kua Kua atau budak tidak diperbolehkan menaruh tanduk kerbau didepan rumah mereka.

capture-20161027-152417.pngcapture-20161027-152509.png

Untuk dinding kayu dari rumah adat Toraja sendiri memiliki cara yang disebut tominaah, mereka menggunakan kayu uruh yang banyak terdapat didaerah sekitar mereka tinggal. Tominaah itu sendiri adalah tahapan yang harus dilalui sebelum seseorang membangun rumah. Jadi orang Toraja pergi kehutan untuk mencari pohon yang sesuai kemudian mereka potong, laku mereka diamkan didalam lumpur atau air yang mengalir selama satu satun bahkan lebih fungsinya untuk menghindari kayu dari rayap. Setelah direndam selama satu tahun kayu diangkat lalu dipotong-potong lantas dijemur selama satu sampai dua bulan. Ketahanan kayu yang sudah melewati tahapan-tahapan ini bisa bertahan hingga 70 tahun lamanya.

capture-20161027-152550.pngcapture-20161027-152749.png

Untuk kolom atau penopang pada rumah adat Toraja, biasanya rumah mereka langsung bertopang pada dinding dan tidak menggunakan kolom atau tiang capture-20161027-154032.pngsebagai penyangganya. Kemudian rumah mereka dibuat tinggi dan tidak rata dengan tanah dengan alasan karena ditempat asal adat Toraja masih banyak terdapat hewan buas sehingga untuk menghindari itu dibuatlah rumah panggung atau rumah yang tinggi, dan dibawahnya biasanya dijadikan sebagai tempat hewan-hewan ternak dipelihara seperti kerbau, babi, ayam dll.

 

  1. Denah dan Tata Letak

capture-20161027-154103.png

            Tata ruang dari rumah Toraja bergelar bangsawan adalah sumbung, yang terdiri dari kamar ayah dan ibu yang sekaligus dijadikan kamar mayat atau kamar penyimpanan mayat sebelum akhirnya mayat ditaruh didalam batu. Biasanya apabila yang meninggal adalah sang istri maka suami akan tidur disamping sang istri begipula sebaliknya. Sumbung itu sendiri memiliki ketinggian yang berbeda dari ruangan lainnya.

capture-20161027-154128.png

            Kemudian ada yang namanya salih, dimana biasanya dijadikan sebagai tempat tidur dari anak laki-laki pada malam hari dan merupakan dapur sekaligus tempat makan pada pagi dan siang harinya. Salih memiliki ketinggian yang berbeda dari sumbung yang merupakan kamar tidur ayah dan ibu.            Tata ruang dari rumah Toraja bergelar bangsawan adalah sumbung, yang terdiri dari kamar ayah dan ibu yang sekaligus dijadikan kamar mayat atau kamar penyimpanan mayat sebelum akhirnya mayat ditaruh didalam batu. Biasanya apabila yang meninggal adalah sang istri maka suami akan tidur disamping sang istri begipula sebaliknya. Sumbung itu sendiri memiliki ketinggian yang berbeda dari ruangan lainnya.

            Kemudian ada kamar tidur untuk anak perempuan yang namanya paluang, ketinggian dari kamar tidur ini sama dengan sumbung namun berbeda dengan salih yang lebih rendah. Jadi secara keseluruhan ruangan dalam rumah adat Toraja yang bangsawan terdiri dari 3 ruangan.

            Untuk kamar mandi dari orang Toraja tidak terletak didalam rumah mereka, melaikan terletak diluar rumah. Untuk pintu dan jendela adat Toraja memiliki ukuran yang kecil dikarenakan letak tempat tinggal orang Toraja yang berada di dataran tinggi menyebabkan udara mereka menjadi sejuk bahkan dingin, mengakibatkan mereka membangun rumah dengan bukaan yang tidak terlalu besar. Yaitu pintu dan jendela-jendela yang dibuat tidak terlalu besar.

capture-20161027-154156.png

            Lalu biasanya tiap-tiap bangsawan Toraja memiliki lumbung padi sendiri, berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Lumbung padi itu sendiri diartikan sebagai jantan atau seorang lelaki sedangkan rumah orang Toraja yang diartikan sebagai betina atau yang perempuan dengan maksud mencerminkan semakin banyak lumbung padi yang dimiliki maka semakin kaya juga seorang lelaki tersebut.

capture-20161027-154224.png

            Untuk atap dari rumah bangsawan adat Toraja terbuat dari bambu, memiliki lubang-lubang udara. Terbuat dari bambu yang dipotong dua kemudian disusun dengan arah yang terbalik dengan maksud melambangkan jantan dan betina.

  1. Potongan

 capture-20161027-154251.png

 Detail dan Filosofi

capture-20161027-154329.png

            Kemudian rumah adat Toraja identik dengan ukiran-ukiran pada tiap sisi dinding rumahnya. Namun dalam adat Toraja hanya rumah bangsawan tertinggilah yang boleh mengukir dinding rumahnya. Tiap ukiran pada dindingpun mempunyai arti dan makna sendiri-sendiri. Sedangkan untuk bangsawan rendah biasanya rumah mereka hanya dicat berwarna hitam tanpa diukir. Sedangkan untuk rumah orang biasa rumahnya tidak dicat dan juga tidak diukur. Dan untuk para budak rumah mereka biasanya terbuat dari bambu bukan dari kayu seperti rumah pada bangsawan dan orang biasa lainnya.

capture-20161027-154415.png

Arti dari ukiran yang ada pada rumah adat Toraja bermacam-macam, diantaranya ukiran kerbau yang biasanya terdapat pada dinding luar rumah adat toraja, mengartikan kerbau sebagai hewan yang sakral juga sebagai alat ukur dari kekayaan seseorang. Kemudian ukiran kedua yaitu ayam, lambang dari pemimpin yang adil, rajin bekerja seperti ayam, sifat melindungi yang diambil dari seekor ayam, ayam jantan melindungi sang betina, ayam betina melindungi anak-anaknya. Kemudian yang ketiga ada bunga mawar yang dilambangkan seperti kuku kuda, maknanya kita harus kuat dalam menahan beban kehidupan ini. Kemudian ada juga yang ukiran yang berbentuk seperti melingkar seperti bambu, ini artinya apabila kita bersatu seperti bambu kita akan kuat dan tidak mudah dipatahkan.

capture-20161027-154505.png
Ada beberapa warna yang menjadi ciri khas dari adat Toraja diantaranya, warna putih karena sebagai lambang keikhlasan, kemudian warna kuning melambangkan emas asa tau harapan lambang dari kejayaan. Warna yang identik dari adat Toraja yang biasanya digunakan untuk mewarnai ukiran dari rumah-rumah mereka adalah merah, putih, kuning dan hitam. Semua warna berasal dari pewarna alami, warna merah diambil dari tanah liat, putih dari kulit-kulit siput, warna kuning diambil dari kunyit dan yang terakhir warna hitam diambil dari arang.

 

 

 

 

 

Leave a comment